Sabtu, 02 Juli 2011

Siapakah Samiri


Segala puji bagi Allah, pemilik alam semesta, yang tiada berawal dan tiada berakhir, Salam shalawat serta sejahtera kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya dan tempatkanlah mereka di tempat yang terbaik di sisi-Mu.
Samiri, sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi umat islam. Sosok Samiri terkenal dengan kisah patung sapi atau lembu emasnya, dan terkenal juga sebagai sosok yang melanggar amanah Nabi Musa as serta Harun as. Selama ini umat islam menyangka bahwa sosok Samiri adalah sebuah nama individu, bahkan ada yang berkata berasal dari bangsa samaria, Hal ini tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada, yakni bahwa Nabi Musa as dan Harun as di utus semata-mata khusus untuk membimbing dan memimpin Bani Israil saja, terlebih lagi, ada pula yang menafsirkan Samiri berasal dari salah satu suku bani israil yaitu suku as-samariyah.
Sedangkan dalam kenyataannya tidak ada nama suku tersebut dari 12 nama suku bani israil yang namanya diambil dari 12 orang nama putra-putra Nabi Yaqub as. Adapun  nama ke 12 putra Nabi Yaqub as antara lain sebagai berikut ini :
1.      Ruben
2.      Simeon/Syam’un
3.      Lewi/Lawi/Levi
4.      Yehuda
5.      Isakhar
6.      Zebulon
7.      Yusuf/Yoseph
8.      Benyamin/Bunyamin
9.      Dan
10. Naftali
11. Gad
12. Asyer
Samiri sebenarnya berasal dari bahasa arab, dari kata as-samar yang berarti samar-samar atau berbicara samar-samar atau dengan bahasa mudahnya adalah berbicara dengan berbisik, logisnya, seseorang yang sedang berbicara baik secara tersembunyi atau terang-terangan, maka harus ada lawan bicaranya, tidak mungkin seseorang  berbicara tanpa ada lawan bicaranya kecuali bagi yang terganggu kejiwaannya.
Hal ini membuktikan bahwa Samiri yang tercantum dalam Al-Quran bukanlah nama dari satu individu atau satu orang saja, melainkan nama dari suatu kelompok yang terdiri atas beberapa individu yang memiliki kepentingan tertentu.
Di  kisahkan dalam Al-Quran bahwa sebelum Nabi Musa as menghadap Allah Swt di gunung Sinai, Nabi Musa as mengangkat Nabi Harun as sebagai penggantinya dan sebagai Imam bangsa israil di hadapan seluruh bani israil, Nabi Harun as menjabat sebagai Imam setelah sebelumnya menjabat sebagai Nabi. Lalu Nabi Musa as pun pergi menghadap Allah Swt untuk menerima segala perintah-Nya yang terkumpul dalam loh-loh yang kini kita kenal sebagai Torah atau Taurat.
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran :
…………..Dan berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun : “Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan orang yang membuat kerusakan.” (Al-Ara’af 142)
Berkata Musa : “ Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, yaitu Harun saudaraku, teguhkanlah dia dengan kekuatan, dan jadikanlah dia sekutu dalama urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui keadaan kami.” Allah berfirman : “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” (Thohaa 25-36)
Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan perkataanku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakan.” (Qoshosh 34-35)
Allah berfirman : “ Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kamu berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; berangkatlah kamu berdua dengan membawa mu’zizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang menang
Dalam Alkitab Perjanjian Lama menerangkan sebagai berikut ini :
Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku. Maka semuanya itu haruslah kau kenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, se­hingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 28:41)
Suruhlah suku Lewi mendekat dan menghadap imam Harun, supaya mereka melayani dia. (Bilangan 3:6)
Katakanlah kepada orang Israel dan suruhlah mereka mem­be­rikan kepadamu satu tongkat untuk setiap suku. Semua pemimpin mereka harus memberikannya, suku demi suku, seluruhnya dua belas tongkat. Lalu tuliskanlah nama setiap pemimpin pada tongkatnya. (Bilangan 17:2)
Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pe­mimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dari setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu.(Bilangan 17:6)
Entah kebetulan atau tidak, atau hal ini memang salah satu persamaan aspek kenabian Nabi Musa as dengan Nabi Muhammad Saw yang telah dinubuatkan dalam Alkitab, bahwa Nabi Muhammad Saw pun mengangkat saudaranya yakni Imam ‘Ali bin Abu Tholib as sebagai pengganti dan Imam pertama bagu umatnya pada peristiwa Ghadir Khum yaitu pada saat haji wada.
Apa yang diumumkan Nabi Muhammad Saw di hadapan seluruh umatnya pada hari itu kini terkenal dengan nama hadits Tsaqalain, derajat hadits ini mencapai tingkatan mutawatir karena diriwayatkan oleh lebih dari 120 sahabat. Berikut kisahnya :
Pada saat Nabi Muhammad Saw berada di Ghadir Khum, maka turunlah Surat Al-Maidah 67
Wahai Rasul, sampaikan  apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika kamu tidak menyampaikannya, maka berarti kamu tidak menyampaikan risalah-risalah-Nya“. (Al-Maidah 67)
Setelah mendapatkan wahyu tersebut, Nabi Muhammad Saw kemudian bersabda :
           Sesungguhnya telah aku tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya tidak akan terpisah hingga menjumpaiku di telaga (kelak pada Hari Kiamat).”
           Siapa yang menganggap aku sebagai maula (pemimpin) nya, maka inilah Ali maula-nya”.
Referensi Ahlulsunnah : Suyuthi, dalam tafsir “Durr Al-Mantsur”. Ar-Razi, dalam “Tafsir Ar-Razi”. Sanad : Zaid bin Arqam, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, dll. Ibn Abdul Birr, dalam “Al-Isti’ab”, jilid 3, hal. 203. Musnad Ahmad, jilid 4, hal. 281. Syaikh Manshur, dalam “At-Taj”, jilid 3, hal. 296. Ibn Katsir, dalam “Al-Bidayah Wan Nihayah”, juz 5, hal. 184-188. Sunan Tirmidzi, hadits no. 3713. Muttaqi Al-Hindi, dalam “Kanzul Ummal”, jilid 13, hadits no. 36340
Setelah menyampaikan amanatnya, lalu turunlah surat Al-Maidah ayat 3, yang isinya sebagai berikut :
           Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridho Islam sebagai agama kalian
Hal ini membuktikan bahwa sempurnanya agama islam bukanlah karena ibadat Haji tersebut sebagaimana yang ditafsirkan beberapa orang, sedangkan faktanya sebelum kedatangan islam pun umat yahudi dan kaum musyrik Mekah sering berumrah dan beribadah Haji karena sudah menjadi bagian syariat agama dan kebudayaan mereka yang berasal dari moyang yang sama, yaitu Nabi Ibrohim as. Justru dengan urutan turunnya Al-maidah 67, lalu ucapan Nabi Saw dan ditutup dengan turunnya Al-Maidah 3, membuktikan sempurnanya Islam dengan pengangkatan Imam ‘Ali as sebagai Imam pertama dan pengganti Nabi Muhammad Saw jika beliau Saw sudah wafat.
Hal ini juga merupakan salah satu persamaan aspek kenabian antara Nabi Muhammad Saw dengan Nabi Musa as, yaitu mengangkat salah satu saudaranya sebagai Imam dan penggantinya.
Syaikh Mannshur mengutip pernyataan Imam Syafi’i ra sebagai berikut terkait masalah hadits tersebut :
Rasul menginginkan kepemimpinan Islam dengan pengangkatan Ali tersebut, sebagaimana firman Allah : ‘Dan Allah adalah pemimpin kaum mu’min, sementara kaum kafir tidak ada pemimpin bagi mereka’ [Q.S. Muhammad 11]”. (Syaikh Manshur, dalam “At-Taj”, jilid 3, hal. 296)
Abu Bakar ra dan Umar bin Khottob ra pun termasuk yang memberikan selamat kepada Imam ‘Ali as pada peristiwa Ghodir Khum tersebut. Umar  ra berkata :
Selamat untukmu wahai putera Abi Tholib. Kini engkau adalah pemimpinku dan pemimpin kaum mukmin dan mukminat”.
Referensi Ahlulsunnah : Ar-Rozi, dalam tafsir “Ar-Rozi”, pada Q.S. Al-Maidah 67. Muttaqi Al-Hindi, dalam “Kanzul Ummal”, jilid 13, hadits no. 36420. Musnad Ahmad, jilid 4, hal. 281. Ibn Katsir, dalam “Al-Bidayah Wan Nihayah”, jilid 3,  juz 5, hal. 185. Ibn Taimiyyah, dalam “Fadhlu Ahlil Bait Wa Huququhum”, hal. 88, 90-91)
jika kita sambungkan dengan konsep Imamah terutama dengan hadits Nabi Muhammad Saw yang mengatakan :
           Tidak sukakah wahai engkau ‘Ali? Bahwa kedudukanmu disisiku bagaikan Harun disisi Musa?
           Engkau (hai Ali) di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tiada Nabi setelahku.””
Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kedudukan Imam ‘Ali sama seperti kedudukan Nabi Harun as disisi Nabi Musa as, dan sejarah pun membuktikan baik dalam Al-Quran maupun dalam Al-Kitab bahwa Nabi Harun as di angkat menjadi Imam bagi bangsa Israil setelah ia menjabat sebagai Nabi.
Lalu apa hanya itu saja, apa tidak ada bukti-bukti kesamaan aspek kenabian yang lain? Ternyata Nabi Musa as pun pernah bersabda dalam Alkitab Ulangan 18:15 yang berbunyi sebagai berikut :
“Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.”
Kemudian dalam Ulangan 18:18 gantian Allah Swt yang berfirman :
“seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.”
Dari hadits Nabi Muhammad Saw, terutama dari keterangan dalam Alkitab Perjanjian Lama tersebut membuktikan bahwa akan datang seorang Nabi yang akan dibangkitkan oleh Allah untuk menyelamatkan bani israil dengan criteria memiliki kesamaan dengan Nabi Musa as.
Tentu saja kesamaan yang dimaksud bukan dari segi fisik atau kehidupan sehari-harinya, karena tidaklah mungkin ada copy-paste manusia yang benar-benar sama 100%, bahkan seseorang yang kembar pun masih memiliki perbedaan. Sedangkan yang dimaksud akan sama seperti Nabi Musa as yakni dalam segi aspek kenabiannya.
Adapun aspek kenabian Nabi Musa as itu antara lain sebagai berikut :
1.      Nabi, Rosul dan Imam bagi umatnya
2.      Kodefikasi kitab suci Taurat  yang telah selesai selama Nabi Musa as masih hidup
3.      Adanya perintah bermigrasi / hijrah beserta umatnya dari penindasan Fir’aun
4.      Menghadap Allah Swt secara langsung di gunung Sinai untuk menerima perintah-Nya
5.      Mengangkat seorang hamba sahaya nya menjadi panglima militer sebelum wafatnya Nabi Musa as
6.      Memiliki saudara yang di angkat menjadi pembantu, pengganti dan Imam pertama bagi umatnya
7.      Memiliki 12 Imam yang berasal dari keluarganya, yakni 12 Imam suku Lewi yang dimana salah satunya menjadi Imam besar diantara yang lainnya
8.      Penggantinya dan keturunannya disucikan untuk menjadi Imam besar bani israil
9.      Kepemimpinan penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Aspek kenabian Nabi Muhammad Saw :
1.      Nabi, Rasul, Imam dan tuan para Nabi / Nabi penutup bagi alam semesta
2.      Kodefikasi Al-Quran yang telah selesai diturunkan selagi beliau Saw masih hidup
3.      Adanya perintah bermigrasi / Hijrah beserta umatnya dari kaum musryikin Mekah
4.      Menghadap Allah Swt secara langsung pada peristiwa Isra Mi’raj untuk menerima perintah-Nya
5.      Mengangkat mantan hamba sahayanya sebagai panglima militer sebelum wafatnya
6.      Mengangkat seorang anggota keluarganya menjadi pengganti dan Imam pertama bagi umatnya
7.      Memiliki 12 imam yang berasal dari keturunannya
8.      Penggantinya dan keturunnannya disucikan untuk menjadi Imam besar
9.      Kepemimpinan penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Jika kita bandingkan dengan aspek kenabian Isa (Yesus) as, maka akan ditemukan perbedaan sebagai berikut :
1.      Nabi, Rosul dan Imam bagi umatnya
2.      Kodefikasi Injil yang belum selesai diturunkan hingga wafatnya
3.      Tidak ada perintah bermigrasi / hijrah dari penguasa bersama sebagian besar umatnya
4.      Tidak pernah menghadap Tuhan secara langsung untuk menerima perintah-Nya
5.      Tidak memiliki hamba sahaya yang diangkat menjadi panglima militer
6.      Tidak memiliki keluarga yang diangkat menjadi pengganti serta Imam pertama bagi umatnya
7.      Tidak memiliki 12 imam dari keluarganya, hanya memiliki 12 Imam yang bersal dari suku-suku yang berbeda. Setiap satu dari mereka dipersiapkan menjadi Imam bagi sukunya masing-masing, dalam Alkitab terkenal dengan nama 12 Apostle, sedang dalam Al-Quran terkenal dengan nama Al-Hawariyyin.
8.      Tidak memiliki pengganti atau keturunan yang disucikan untuk menjadi Imam
9.      Tidak memiliki saudara yang diangkat menjadi pemimpin kemudian kepemimpinan saudaranya dikhianati
Memang banyak umat islam (yang fanatik) melarang membaca Alkitab, bahkan sampai ada yang memfatwakan menyentuhnya pun sudah dianggap keluar dari Islam (murtad), namun menurut hemat saya, hal itu justru semakin memperbodoh umat islam itu sendiri, mereka jadi enggan membaca dan menuntut ilmu sehingga pengetahuan mereka akan agama hanya terbatas pada masalah halal dan haram, kafir dan muslim, Hal, itu adalah hasil dari pemikiran yang fanatik buta yang mempelajari agama hanya sebatas kulit luarnya saja. Padahal Allah Swt sudah memerintahkan manusia untuk membaca dalam surat Al-Iqra. Bahkan Allah pun menganjurkan umat muslim untuk mempelajari Alkitab, Allah Swt berfiman :
     Maka bertanyalah kalian pada Ahlul Kitab jika kalian tidak mengetahui (QS 21:7, 16:43)
Hal ini bukan sekedar anjuran, atau hiasan belaka. Hal ini dianjurkan agar kita tahu apa yang tidak dijelaskan dalam Alquran secara gamblang. Sebab Al-Quran memang hanya di menjelaskan secara garis besar saja. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Kahfi 109 :
     Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).
Bahkan Allah pun berfirman bahwa hanya sebagian dari isi Alkitab yang telah diubah oleh pena penulis palsu, sisanya Ia Swt selamatkan sebagai petunjuk untuk umat berikutnya. Allah Swt berfirman dalam Al-Baqarah 41
     Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur’an) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa”.
Dari penjelasan ayat tersebut, bahwa ilmu Allah tak akan cukup jika ditulis dalam satu kitab saja, dan tugas kita mencari sisanya tentu saja dengan panduan dan arahan orang-orang yang telah disucikan, yang menunaikan zakat ketika ruku, ahli dzikir, yang di ibaratkan sebagai gerbangnya ilmu, selain berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 41 di atas juga membuktikan bahwa umat islam juga harus mengimani Alkitab namun harus pandai memilah dan memilih mana keterangan dalam Alkitab yang sudah menyimpang dan mana ayat yang memiliki kesamaan dengan Al-Quran, maka ambillah yang sama ayatnya lalu imani dengan hati dan renungkan dengan logika.
Dari penjelasan persamaan aspek kenabian Musa as serta Nabi Muhammad Saw di atas, mengenai masalah samiri, maka saya akan menjabarkan poin ke 9 saja, yakni dikhianati kepemimpinan saudaranya Nabi Musa as dan Nabi Muhammad Saw.









Pengangkatan Imam ‘Ali menjadi wasiy dan Imam bagi umat islam pada peristiwa Ghadir Khum merupakan pemenuhan Nubuat ke Messiahan Universal Nabi Muhammad Saw. Yang dimana ayat-ayat Al-Quran dan Alkitab telah membuktikan sendiri pada artiel bagian satu mengenai Samiri.
Dalam Alkitab dan Al-Quran terkenal dengan peristiwa Sapi Emas atau Lembu Emas. Dalam Alkitab tidak dijelaskan siapa individu-individu yang bertanggung jawab dalam hal tersebut dan hanya menyebutkan sebagia umat Nabi Musa As, namun dalam Al-Quran dinyatakan bahwa yang bertanggung jawab adalah kelompok Samiri (lihat artikel sebelumnya bahwa samiri adalah nama suatu kelompok).
PERISTIWA SAQIFAH DAN PATUNG SAPI EMAS
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa samiri adalah nama dari suatu kelompok yang bekonspirasi mengkudeta Nabi Harun as ketika Nabi Musa as sedang menghadap Tuhan di gunung sinai.
Alkitab menerangkan sebagai berikut :
Keluaran 32:1-5
32:1. Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.”
32:2 Lalu berkatalah Harun kepada mereka: “Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya kepadaku.”
32:3 Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun.
32:4 Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”
32:5 Ketika Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah di depan anak lembu itu. Berserulah Harun, katanya: “Besok hari raya bagi TUHAN!”
Dalam ayat 2-5,  terkesan seolah-olah bahwa sesungguhnya Nabi Harun as yang menjadi biang keladi dalam peristiwa patung lembu atau sapi emas itu. Tidaklah mungkin bagi Harun as melakukan hal demikian sementara di bagian lain Alkitab ia (Harun As) dipuji habis-habisan, di sucikan dan diangkat sebagai Imam serta pengganti Nabi Musa as, begitu pula juga dengan ke 12 anggota keluarganya. Jadi kisah ini sangatlah tidak logis jika dikatakan Nabi Harun as sebagai biang keladinya. Dikisahkan pula bahwa Nabi Musa as pun kembali bersama hamba sahayanya Yosua bin Nun as menemui umatnya yang telah menyimpang dari amanatnya.
32:19 Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
32:20 Sesudah itu diambilnyalah anak lembu yang dibuat mereka itu, dibakarnya dengan api dan digilingnya sampai halus, kemudian ditaburkannya ke atas air dan disuruhnya diminum oleh orang Israel.
32:21. Lalu berkatalah Musa kepada Harun: “Apakah yang dilakukan bangsa ini kepadamu, sehingga engkau mendatangkan dosa yang sebesar itu kepada mereka?”
32:22 Tetapi jawab Harun: “Janganlah bangkit amarah tuanku; engkau sendiri tahu, bahwa bangsa ini jahat semata-mata.
32:23 Mereka berkata kepadaku: Buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.
32:24 Lalu aku berkata kepada mereka: Siapa yang empunya emas haruslah menanggalkannya. Mereka memberikannya kepadaku dan aku melemparkannya ke dalam api, dan keluarlah anak lembu ini.”
32:25 Ketika Musa melihat, bahwa bangsa itu seperti kuda terlepas dari kandang–sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka.
Dalam ayat ke 22 di atas tampak bahwa Nabi Harun As mencoba menjelaskan perkara yang sebenarnya bahwa kemungkinan ia melakukan itu dalam rangka Taqiyah atau dalam rangka untuk menjaga ukhuwah agar bani israil tidak terpecah, atau mungkin pula ada ancaman-ancaman hendak membunuh beliau, tentunya Nabi Harun as tidaklah takut mati, tapi yang beliau as khawatirkan jika umatnya saja mampu membunuh dirinya, sudah barang tentu mampu membunuh Nabi Musa as, oleh karena itu beliau mengikuti saja keinginan mereka dengan berat hati dan rasa penuh kekhawatiran.
Al-Quran pun menyatakan hal yang sama terkait msalah diamnya Nabi Harun As.
Al-Baqarah 92
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim.
Dari ayat diatas sudah dapat dipastikan bahwa kisah pengkhianatan amanah tersebut terjadi ketika Nabi Musa As sedang pergi sementara waktu ke gunung sinai untuk menghadap Tuhan dan menerima perintah-Nya.
Al-Ara’af 148
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Merekamenjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Al-Ara’af 150
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”
Thahaa 85
Allah berfirman: “Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.
Thahaa 92-94
Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihatmereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” Harun menjawab´ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”.
Kini menjadi jelas bahwa setelah melihat perbandingan dari kedua kitab suci tersebut maka dapat di ambil beberapa poin penting, yakni :
Samiri terdiri atas beberapa orang atau sekelompok orang yang kemudian menghasut umat, hal ini duktikan dengan penggunaan kata “mereka”, “kaum”.
Adanya pembelaan diri dari Nabi Harun bahwa bani Israil memang sukar diatur dan jahat (keluaran 32:22), bahkan sampai hendak membunuh beliau (Al-Ara’af 150)sehingga beliau bertaqiyah dengan mengikuti atau mendiamkan mereka seperti yang tercantum dalam AlQuran. Dan diamnya beliau tiada lain untuk menjaga agar bani israil tidak berperang satu sama lain antara yang pro Harun as dengan yang kontra Harun as.
Jika dalam jaman Nabi Musa as kisah pengkhianatan terhadap Imamah Harun as disimbolkan dengan patung sapi emas, yang dijelaskan bahwa terbuat dari perhiasan-perhiasan serta mampu mengeluarkan suara. Maka pada jaman Nabi Muhammad Saw patung sapi emas itu berganti menjadi suatu bentuk pemerintahan.
Yang perlu kita tahu, bahwa sapi adalah sebagai lambang dari kemakmuran bagi mayoritas bangsa-bangsa, bahkan mimpi Nabi Yusuf as mengenai 7 masa paceklik dan 7 masa makmur ditandai dengan sapi betina.
Sedangkan emas adalah logam mulia, tinggi nilainya dan merupakan lambang kekayaan, Analoginya adalah barang siapa yang memiliki kemakmuran dan kekayaan sudah pasti adalah orang yang memiliki kekuasaan, sedangkan Patung disimbolkan sebagai bentuk dari pemerintahan itu, patung adalah benda yang mati, kaku, kosong tak bernyawa. Seindah-indahnya patung tak akan bisa menyamai benda aslinya.
Hal itu juga dapat di analogikan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang kosong di dalam pada hakekatnya, namun terlihat megah dari luarnya, sedangkan suara patung itu di analogikan sebagai titah atau perintah dari orang yang berkuasa a. Suara patung sapi emas itu pada jaman Nabi Musa di anggap sebagai kemukzizatannya, sehingga mereka terpukau padanya dan bentuk indah dari sapi emas itu dianggap sebagai sosok yang tiada bercela, meskipun dalam kenyataannya tidak membawa faedah bagi mereka.
Hal itu juga sama dengan bentuk pemerintahan yang para abdi negaranya atau para pemimpinnya di agung-agungkan meskipun telah terbukti bercela.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa patung sapi emas pada jaman Nabi Muhammad  Saw adalah suatu bentuk pemerintahan yang kosong pada hakekatnya karena berdasar pelanggaran amanah Nabi Muhammad Saw pada peristiwa Ghadir Khum. Dan peristiwa ini terkenal dengan nama peristiwa Saqifah, yang dimana sekelompok sahabat mengadakan rapat rahasia di naungan bani saidah untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pemimpin, padahal mereka pun telah mengetahui bahwa yang telah ditunjuk Nabi Saw adalah Imam ‘Ali As.
Namun karena ketidak sukaan mereka terhadap Imam ‘Ali yang berbeda suku dengan mereka, dan juga yang usianya lebih muda dari mereka, maka mereka memutuskan pengkudetaan, Hal ini dibuktikan dgn hadits-hadits populer di kalangan Sunni dan Syi’ah, yang dimana salah satu sahabat Nabi mencegah Nabi untuk menuliskan wasiat untuk umat, karena ia sudah tahu apa yang hendak ditulis Nabi, Wasiat itu memang penting, sebab ada bukti tertulis mengenai pengangkatan Imam ‘Ali sebagai Imam pertama bagi umat Islam, dan kemungkinan Nabi tahu jika tidak ada bukti tertulis maka umat tidak akan percaya. Apalagi dengan posisi Nabi Saw sebagai kepala pemerintahan saat itu, surat yang ia tulis menjadi dokumen negara yang tidak dapat di ganggu gugat, Namun apa mau dikata, sahabat Nabi itu berhasil membuat Nabi marah dalam keadaan sakit sehingga beliau tidak menulis wasiatnya.
Kemudian di buktikan lagi dengan pengangkatan salah seorang sahabat Nabi Saw di hadapan umat, yang tentu mengundang protes keras. Ada yang pro dan ada yang kontra, persis seperti kisah Nabi Harun as. Hal ini membuat Imam ‘Ali as juga terkejut dan tidak membaiat sahabat Nabi tersebut hingga wafatnya Saidah Fatimah as.
Sikap diamnya Imam ‘Ali dan kemudian berbaiat juga merupakan suatu kesamaan antara dirinya dgn Nabi Harun as, yakni menjaga ukhuwah. Belum lagi ditambah dengan fakta bahwa beliau hendak dibunuh oleh beberapa sahabat utama Nabi karena menolak membaiat Abu Bakr. Peristiwa tersebut terkenal dengan peristiwa pengepungan rumah Fathimah as yang mashyur dikalangan ulama sunni dan syi’ah.
Kini jelas sudah bahwa Samiri adalah suatu kelompok dari umat nabi Musa as sendiri, yaitu sebagian dari bani israil. Sedangkan pada masa nabi Muhammad Saw yaitu beberpa sahabat Nabi Saw yang mengkudeta keimamahan Imam ‘Ali demi patung sapi emas (kekuasaan).
 sumber : http://wan.web.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar